BOGOR (Pos Kota) – Si melon hijau 3 kilogram naik dua tangga dari harga sebelumnya Rp17 ribu menuju tangga Rp19 ribu. Kenaikan harga Rp2.000 di beberapa pengecer di Tanah Sareal dan Bogor Utara di Kota Bogor atau di Cibinong dan Sukaraja di Kabupaten Bogor, menurut pengecer, karena pasokan terhenti sejak seminggu sehingga ada kelangkaan.
Kelangkaan terjadi sejak pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sejak Selasa (18/11) lalu.
Pengecer yang menjual dengan harga tinggi berargument, pasokan terhenti sejak seminggu.
Sementara pengecer yang dipasok tepat waktu, masih menjual dengan harga Rp17 ribu.
Bahriun, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), kepada wartawan menuturkan, pengecer jangan sesukanya menaikan harga gas 3 kilogram dengan alasan terlambat pasokan.
Menurutnya, sampai saat ini belum ada persetujuan dari PT Pertamina (Persero) untuk menaikkan harga eceran elpiji 3 kilogram dan 12 kilogram.
“Jangan sesukanya menaikan dan menetapkan harga secara sepihak. Semua ada aturannya. Pengecer, seharusnya tidak menaikan harga gas 3 kilogram sampai Rp19.000. Itu terlampau tinggi,”kata Bahriun.
Pihaknya mewaspadai aksi spekulasi pangkalan gas, agen, dan pengecer dengan menurunkan tim dilapangan. “Segera kami selidiki,”ujarnya. Pangkalan, agen, dan pengecer yang kedapatan menjual elpiji dengan harga amat tinggi, akan dikenakan sanksi teguran dan pengurangan pasokan.
Ditambahkan, gas elpiji 3 kilogram adalah bahan bakar gas yang dijual dengan harga bersubsidi, sehingga rawan diselewengkan seperti BBM bersubsidi yakni bensin dan solar.
“Jika menemukan pengecer gas elpiji 3 kilogram yang menjual dengan harga terlalu tinggi, masyarakat diimbau untuk melapor dengan menghubungi nomor telepon hotline Pertamina di 500000 atau Hiswana Migas.Pertamina dan Hiswana Migas telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang melarang pelaku usaha gas menimbun elpiji,”pintanya.
Dalam operasi tim nya, jika kedapatan pengecer, agen yang terbukti, maka Pertamina berhak menempuh pemutusan hubungan usaha (PHU) sepihak.
“Sedangkan penimbun bisa dituntut secara pidana telah melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,”tandas Bahriun.
(yopi/M-7/sir)
0 Comments